Minggu, 11 September 2011

Syarat-syarat diporbolehkan berdebat dalam islam.


Syarat-syarat diporbolehkan berdebat dalam islam.
Firman Allah swt:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah kamu  tolong-menolong dalam berbuat dosa dan aniaya. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.(Qs Al maidah:2)

Banyak diantara para pahlawan debat,menarik masalah perdebatan dengan alasan:Tujuan kita dalam berdebat adalah mencari kebenaran,membahas masalah agar menjadi jelas,saling tolong-menolong memikirkan ilmu,dan berbagi masalah dengan sesama,sesuai dengan apa yang dianjurkan Allah swt dalam Alqur’an,dan demikianlah yang menjadi kebiasaan para sahabat Rasulullah ra dan para ulama salaf dahulu dan para ahli Fiqih yang shaleh,”
Ketahuilah sahabatku,apa yang engkau katakan itu benar,dan benarlah saling tolong-menolong dalam mencari kebenaran itu termasuk agama,akan tetapi harus diketahui sebelumnya syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum anda menjadi pahlawan debat,Hujjatul islam Imam Al-Ghazali yang dikenal sebagai panglima debat yang tidak tertandingi pada zamannya, beliau berpesan kepada para penerusnya, dalam kitab Ihya ‘ulumuddinnya pada bab keempat jilid 1,beliau telah menyusun syarat-syarat diperbolehkan berdebat dalam islam yaitu ada 8 syarat.

1.      Hendaklah tidak sibuk dengan perdebatan yang termasuk fardu kifayah ini, yaitu orang yang belum perampungkan fardu ‘ain,dengan kata lain hanyalah orang yang telah merampungkan fardu ‘ain yang dibolehkan sibuk dalam debat. Orang yang sibuk dengan fardu kifayah sementara fardu ‘ain ia tinggalkan itu namanya orang bodoh,dan Orang yang masih mempunyai tanggungan(hutang) fardu ‘ain sementara ia sibuk dengan fardu kifayah sambil menda’wakan  bahwa tujuannya kebenaran maka ia telah berdusta. Contoh:orang yang meninggalkan shalat dalam dirinya karena kesibukannya menjahit kain untuk orang-orang yang shalat dalam keadaan telanjang,dengan da’waan tujuannya baik,maka  tidak sah kebaikan yang dida’wakannya itu.
2.      Hendaklah memandang fardu kifayah itu lebih penting dari berdebat,dengan kata lain berdebat itu bukanlah suatu hal yang utama dalam fardu kifayah,karena yang lebih penting dari berdebat itu masih banyak yang termasuk fardu kifayah.siapa yang melihat sesuatu yang lebih penting tetapi ia mengerjakan yang lain maka ia berdosa sebab perbuatan itu,Contoh:amar ma’ruf nahi munkar yang termasuk fardu kifayah,kadang dalam sebuah majelis perdebatan ada kain sutra yang dijadikan alas, sedang ia diam saja sementara ia menperdebatkan yang sunat-sunat.
3.      Hendaklah seorang yang berdebat itu ahli ijtihad,yang mampu memberi  fatwa dengan pendapatnya sendiri,bukan hanya taklid kepada seseorang yang dianggapnya benar dalam pendapat,jika ia mengambil pendapat orang yang ia yakin benar ia harus mampu menyatakan kebenarannya,tidak hanya memaksakan kepada lawan debat agar pendapat itu harus diterima,
4.      Hendaklah tidak berdebat kecuali mengenai masalah yang terjadi atau yang mendekati terjadi,sebab para sahabat hanya bermusawarah dalam hal-hal yang baru atau yang mungkin biasa terjadi pada musim-musim tertentu.banyak diatara majelis atau group debat yang memperbincangkan masalah-masalah yang sudah lama diselesaikan sementara masalah baru sudah menumpuk,dengan alasan masalah yang lama ini sangat asyik untuk diperdebatkan sedang masalah yang baru ini tidak asyik.seharusnya dalam berdebat tidak menilai masalah itu asyik atau tidak ,melainkan terfokus pada masalah penyelesaian yang benar agar tidak terjadi kekacauan,
5.      Hendaklah berdebat ditempat yang bening dan ilmiah tidak ditempat yang huru-hara dan penuh dengan pencacian dan penghujatan,karena tempat yang bening dan ilmiah lebih mengumpulkan pemahaman dan lebih nyata bagi jernihnya pemikiran,sebagai kunci jinaknya yang haq.sedang dalam tempat banyaknya penghujatan pastilah penuh dengan kesombongan,kebohongan,riya dan tamak,lebih dekat pada kekacauan, dan bermuara pada stress berat,
6.      Hendaklah dalam mencari kebenaran bagaikan mencari barang yang hilang dari tangannya siapapun yang menemukannya ia harus bersyukur,yang artinya hendaklah ia memandang rekan debatnya sebagai penolong bukan sebagai saingan,begitulah para sahabat Rasulullah dalam majelis musawarahnya,
7.      Hendaklah tidak menghalangi rekan debatnya dalam berpikir mencari dalil atau berpindah dari dalil ayng satu ke dalil yang lain dalam satu masalah,memang dalam seluruh majelis debat penuh dengan bantahan,penolakan bahkan sanggahan,namun pendebat munafiq sering berkata: “saya mengetahui dalil yang benar yang pasti akan mematahkan pendapatmu tapi saya tidak mau mengatakannya dan mengatakannya saya rasa tidak harus bagi saya karena saya kasihan pada anda andai saya katakan pasti akan ketahuan kebodohan anda didepan umum”.maka sebaiknya hendaklah berpaling dari orang munafiq itu karena tidak ada kebenaran baginya.
8.      Hendaklah berdebat dengan orang yang sibuk dengan ilmu dan bisa mengambil faedah dari perdebatan itu,biasanya orang-orang yang berdebat menghindari perdebatan dengan orang yang besar dan lebih berilmu,ia lebih suka berdebat degan orang-orang dungu bawahan mereka karena ingin melariskan kebathilan dan kebohongan.
Demikianlah syarat-syarat diperbolehkan berdebat,diantara delapan syarat itu masih banyak rincian syarat yang harus dipenuhi,akan tetapi delapan syarat ini adalah modal utama setidaknya sudah cukup dalam mengarungi dunia perdebatan,
            Akhir kata Imam Al-Ghazali berpesan: Ketahuilah dengan secara keseluruhan, bahwa orang yang tidak berdebat dangan Syetan padahal syetan merupakan lawan debatnya yang paling tangguh dan musuh buyutannya,ia akan diseret oleh syetan itu kedalam jurang kesesatan, dan jadi bahan tertawa’an dalam dunia syetan Nauzubillah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda sangat berarti bagi kami,,,,Terimakasih sebelumnya,