Syarat-syarat
diporbolehkan berdebat dalam islam.
Firman Allah swt:
وَتَعَاوَنُوا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah
kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan aniaya. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya.(Qs Al maidah:2)
Banyak diantara para pahlawan debat,menarik
masalah perdebatan dengan alasan:Tujuan kita dalam berdebat adalah mencari
kebenaran,membahas masalah agar menjadi jelas,saling tolong-menolong memikirkan
ilmu,dan berbagi masalah dengan sesama,sesuai dengan apa yang dianjurkan Allah
swt dalam Alqur’an,dan demikianlah yang menjadi kebiasaan para sahabat
Rasulullah ra dan para ulama salaf dahulu dan para ahli Fiqih yang shaleh,”
Ketahuilah sahabatku,apa yang engkau katakan itu
benar,dan benarlah saling tolong-menolong dalam mencari kebenaran itu termasuk
agama,akan tetapi harus diketahui sebelumnya syarat-syarat yang harus dipenuhi
sebelum anda menjadi pahlawan debat,Hujjatul islam Imam Al-Ghazali yang
dikenal sebagai panglima debat yang tidak tertandingi pada zamannya, beliau
berpesan kepada para penerusnya, dalam kitab Ihya ‘ulumuddinnya pada bab
keempat jilid 1,beliau telah menyusun syarat-syarat diperbolehkan berdebat
dalam islam yaitu ada 8 syarat.
1.
Hendaklah tidak sibuk dengan perdebatan
yang termasuk fardu kifayah ini, yaitu orang yang belum perampungkan fardu
‘ain,dengan kata lain hanyalah orang yang telah merampungkan fardu ‘ain yang
dibolehkan sibuk dalam debat. Orang yang sibuk dengan fardu kifayah sementara
fardu ‘ain ia tinggalkan itu namanya orang bodoh,dan Orang yang masih mempunyai
tanggungan(hutang) fardu ‘ain sementara ia sibuk dengan fardu kifayah sambil
menda’wakan bahwa tujuannya kebenaran
maka ia telah berdusta. Contoh:orang yang meninggalkan shalat dalam dirinya
karena kesibukannya menjahit kain untuk orang-orang yang shalat dalam keadaan
telanjang,dengan da’waan tujuannya baik,maka
tidak sah kebaikan yang dida’wakannya itu.
2.
Hendaklah memandang fardu kifayah itu
lebih penting dari berdebat,dengan kata lain berdebat itu bukanlah suatu hal
yang utama dalam fardu kifayah,karena yang lebih penting dari berdebat itu
masih banyak yang termasuk fardu kifayah.siapa yang melihat sesuatu yang lebih
penting tetapi ia mengerjakan yang lain maka ia berdosa sebab perbuatan
itu,Contoh:amar ma’ruf nahi munkar yang termasuk fardu kifayah,kadang dalam
sebuah majelis perdebatan ada kain sutra yang dijadikan alas, sedang ia diam
saja sementara ia menperdebatkan yang sunat-sunat.
3.
Hendaklah seorang yang berdebat itu ahli
ijtihad,yang mampu memberi fatwa dengan
pendapatnya sendiri,bukan hanya taklid kepada seseorang yang dianggapnya benar
dalam pendapat,jika ia mengambil pendapat orang yang ia yakin benar ia harus
mampu menyatakan kebenarannya,tidak hanya memaksakan kepada lawan debat agar
pendapat itu harus diterima,
4.
Hendaklah tidak berdebat kecuali mengenai
masalah yang terjadi atau yang mendekati terjadi,sebab para sahabat hanya
bermusawarah dalam hal-hal yang baru atau yang mungkin biasa terjadi pada
musim-musim tertentu.banyak diatara majelis atau group debat yang
memperbincangkan masalah-masalah yang sudah lama diselesaikan sementara masalah
baru sudah menumpuk,dengan alasan masalah yang lama ini sangat asyik untuk
diperdebatkan sedang masalah yang baru ini tidak asyik.seharusnya dalam
berdebat tidak menilai masalah itu asyik atau tidak ,melainkan terfokus pada
masalah penyelesaian yang benar agar tidak terjadi kekacauan,
5.
Hendaklah berdebat ditempat yang bening
dan ilmiah tidak ditempat yang huru-hara dan penuh dengan pencacian dan
penghujatan,karena tempat yang bening dan ilmiah lebih mengumpulkan pemahaman
dan lebih nyata bagi jernihnya pemikiran,sebagai kunci jinaknya yang haq.sedang
dalam tempat banyaknya penghujatan pastilah penuh dengan
kesombongan,kebohongan,riya dan tamak,lebih dekat pada kekacauan, dan bermuara
pada stress berat,
6.
Hendaklah dalam mencari kebenaran bagaikan
mencari barang yang hilang dari tangannya siapapun yang menemukannya ia harus
bersyukur,yang artinya hendaklah ia memandang rekan debatnya sebagai penolong
bukan sebagai saingan,begitulah para sahabat Rasulullah dalam majelis
musawarahnya,
7.
Hendaklah tidak menghalangi rekan debatnya
dalam berpikir mencari dalil atau berpindah dari dalil ayng satu ke dalil yang
lain dalam satu masalah,memang dalam seluruh majelis debat penuh dengan
bantahan,penolakan bahkan sanggahan,namun pendebat munafiq sering berkata: “saya
mengetahui dalil yang benar yang pasti akan mematahkan pendapatmu tapi saya
tidak mau mengatakannya dan mengatakannya saya rasa tidak harus bagi saya
karena saya kasihan pada anda andai saya katakan pasti akan ketahuan kebodohan
anda didepan umum”.maka sebaiknya hendaklah berpaling dari orang munafiq itu
karena tidak ada kebenaran baginya.
8.
Hendaklah berdebat dengan orang yang sibuk
dengan ilmu dan bisa mengambil faedah dari perdebatan itu,biasanya orang-orang
yang berdebat menghindari perdebatan dengan orang yang besar dan lebih
berilmu,ia lebih suka berdebat degan orang-orang dungu bawahan mereka karena
ingin melariskan kebathilan dan kebohongan.
Demikianlah
syarat-syarat diperbolehkan berdebat,diantara delapan syarat itu masih banyak
rincian syarat yang harus dipenuhi,akan tetapi delapan syarat ini adalah modal
utama setidaknya sudah cukup dalam mengarungi dunia perdebatan,
Akhir kata Imam Al-Ghazali berpesan:
Ketahuilah dengan secara keseluruhan, bahwa orang yang tidak berdebat dangan
Syetan padahal syetan merupakan lawan debatnya yang paling tangguh dan musuh
buyutannya,ia akan diseret oleh syetan itu kedalam jurang kesesatan, dan jadi
bahan tertawa’an dalam dunia syetan Nauzubillah.