Senin, 05 Maret 2012

TENTANG ILMU-ILMU YANG TERPUJI MENURUT ORANG-ORANG UMUM PADAHAL TIDAK TERMASUK LMU YANG TERPUJI.


Penjelasan tentang sebab tercelanya ilmu yang tercela.

Mudah-mudahan kamu mengatakan : "Ilmu adalah mengetahui sesuatu menurut apa adanya", dan ilmu itu adalah sebagian dari sifat-sifat Allah Ta'ala. Maka bagaimanakah sesuatu itu menjadi ilmu dan bagaimanakah dalam keadaannya sebagai ilmu menjadi ilmu yang ter­cela ?
Ketahuilah bahwa ilmu itu sendiri tidaklah tercela. Namun ilmu itu tercela dalam hak hamba karena salah satu dari tiga buah sebab, yaitu :

a. IImu.itu menyampaikan kepada kemadharata . 
( seprti ilmu sihir dan tenung )

Adakalanya bagi pemiliknya (ilmu) atau orang-orang lain seperti tercelanya ilmu sihir dan tenung. Itu adalah benar karena AI Qur'an telah menyaksikannya, dan itu adalah sebab yang menyampaikan kepada perceraian antara suami isteri.

 Rasulullah SAW juga disihir dan sakit sebab sihir itu sehingga Jibril memberitahukan hal itu kepadanya, dan mengeluarkan sihir itu dari bawah batu di dalam dasar sumur.

Sihir adalah satu macam yang diketahui dari ilmu (pengetahuan) mengenai kekhususan-kekhususan benda-benda dan dengan urusan-urusan perhitungan mengenai mathla' (tempat terbit) bintang-bintang. Dari benda-benda itu diambil bentuk menurut gambar diri orang yang disihir, dan diamatinya pada waktu ter­tentu dari mathla' bintang-bintang disertai dengan melafalkan kata-kata kekafiran dan keji yang bertentangan dengan syara'.

Dengan sebab itu ia dapat berhubungan untuk minta tolong kepada syaithan-syaithan. Dan dari kumpulan itu dengan hukum adat yang dijalankan oleh Allah Ta'ala tercapailah keadaan-keadaan yang asing pada diri orang yang disihir.
Mengetahui sebab-sebab ini dari segi bahwasanya itu adalah suatu pengetahuan maka tidaklah tercela. Tetapi karena ilmu itu tidak layak kecuali untuk membuat madharat terhadap manusia pada hal perantaraan kepada kejahatan adalah jahat. Maka itulah sebab yang menjadikannya (sihir) itu ilmu yang tercela dan diharamkan Allah dlm Alqur'an menuntutnya,

Bahkan barang siapa yang mengikuti seorang wali dari wali-wali Allah untuk membunuhnya sedangkan wali itu telah bersembunyi dari pada­nya di tempat yang terjaga, apabila orang yang zhalim bertanya tentang tempatnya maka tidak boleh menunjukkan atasnya namun wajib berdusta. Menuturkan tempat wali itu adalah petunjuk dan memberi pengetahuan tentang sesuatu menurut apa adanya, tetapi itu adalah tercela karena hal itu menyampaikan kepada kemadharat­an.

b. Ilmu itu adalah memadharatkan pemiliknya pada umumnya seperti ilmu nujum.
Sesungguhnya ilmu itu sendiri tidak tercela pada dzat­nya karena ilmu nujum itu dua bagian :

1). Satu bagian adalah perhitungan, pada hal Al Qur'an telah menyatakan bahwa perjalanan matahari dan bulan itu dihitung, karena Allah 'Azza Wa Jalla berfirman :

Artinya : "Matahari dan bulan itu dengan perhitungan ". (Ar Rahman : 5).

Dan Allah 'Azza Wa Jalla berfirman
Artinya "Dan bulan, kami tentukan manzilah-manzilahnya (tempat-tempat peredarannya) sehingga  ia kembali seperti mayang tua" (Yaasiin : 39).
89
2). Hukum-hukum, dan hasilnya kembali kepada mengambil dalil atas peristiwa-peristiwa dengan sebab-sebab. Dan itu menye­rupai seorang dokter/tabib mengambil dalil dengan denyut jan­tung dan urat nadi terhadap sakit yang akan terjadi.

 Itu ada­lah mengetahui jalannya sunnatullah Ta'ala dan. adat kebia­saanNya pada makhlukNya.
Tetapi Syara' telah mencelanya.

Dan beliau SAW bersabda
"Saya takut atas ummatku setelahku terhadap tiga segi, yaitu kezaliman Para imam, percaya kepada bintang-bintang dan mendustakan takdir" H.R. Ibnu 'Abdil Barr dari Abu Mihjam dengan sanad yang lemah.

Dan Umar bin Al Khaththab ra berkata : "Belajarlah mengenai bintang-bintang akan sesuatu yang dengannya kamu memperoleh petunjuk di darat dan di laut kemudian tahanlah.

Tercegahnya ilmu itu karena tiga segi, yaitu

1. Ilmu nujum (ilmu perbintangan) itu memadharatkan sebagian besar makhluk. Sesungguhnya apabila disampaikan kepada mereka bahwa pengaruh-pengaruh ini terjadi setelah perjalanan bintang-bintang maka di dalam jiwa mereka terdapat kepercayaan bahwa bintang-­bintang itulah yang memberi pengaruh, dan bintang-bintang itu sebagai Tuhan yang merencanakan karena bintang-bintang itu benda-benda langit yang mulia. Dan besar melekatnya di dalam hati maka hati menoleh kepadanya dan ia memandang kebaikan dan keburukan itu terhalang atau diharapkan dari arahnya dan ter­hapuslah ingat kepada Allah Yang Maha Suci dari hatinya

karena orang yang lemah itu pandangannya terbatas pada perantara-­perantara. Dan orang 'alim (pandai) lah yang memandang bahwa matahari, bulan dan bintang-bintang itu tunduk di bawah perin­tahNya SWT.

Contoh pandangan orang yang lemah kepada kejadian cahaya matahari setelah terbit matahari adalah seperti semut seandainya dijadikan akal dan semut itu berada di atas kertas dan melihat hitamnya tulisan yang membaru. Lalu semut itu menduga bahwa tulisan itu perbuatan pena dan semut itu tidak melihat ke atas dalam memandangnya untuk menyaksikan jari-jari. Dari padanya kemu­dian ke tangan, kemudian dari tangan ke kemauan yang mengge­rakkan tangan. Kemudian dari padanya kepada penulis yang mampu dan berkemauan.

Kemudian kepada Dzat Pencipta tangan, kemampuan dan kemauan. Sebagian besar pandangan makhluk itu terbatas pada sebab-sebab yang dekat dan rendah, ter­putus untuk naik kepada Pembuat sebab-sebab. Maka inilah salah .,satu sebab-sebab dilarangnya ilmu nujum (ilmu perbintangan).

2. Bahwasanya hukum-hukum ilmu perbintangan itu adalah dugaan semata-mata, tidak mengetahui mengenai hak orang perseorang baik yakin maupun dugaan. Maka hukumnya itu adalah hukum kebodohan. Maka ketercelaannya itu atas dasar ini dari sisi bahwasa­nya ilmu perbintangan itu adalah kebodohan bukan dari sisi bah­wasanya ilmu tersebut adalah ilmu.

Hal itu telah menjadi mu'jizat bagi Nabi Idris as menurut apa yang dihikayatkan. Ilmu tersebut telah punah, terhapus dan lenyap. Dan sesuatu yang kebetulan benar dari ahli nujum secara jarang adalah kebetulan karena kadang-kadang ia melihat sebagian sebab-­sebab pada hal akibatnya itu tidak dapat dicapai kecuali setelah dipenuhinya syarat-syarat yang banyak, yang ticlak di dalam kemampuan manusia untuk melihat hakikat-hakikatnya.

 Jika sesuai di mana Allah Ta'ala mentakdirkan sebab-sebab itu maka kebe­tulan itu terjadi. Namun jika Dia tidak mentakdirkan maka ahli nujum itu salah.
Itu seperti manusia menebak bahwa hari ini hujan pada saat ia melihat awan berkumpul clan beiringan dari gunung-gunung. Lalu akan  demikian tenggelam dalam ilmu perbintangan dan yang mirip dengannya adalah melempar diri ke dalam bahaya dan tenggelam dalam kebodohan tanpa guna. Karena apa yang telah ditakdirkan itu tetap dan berjaga dari padanya adalah tidak mungkin.

 Beda dengan ilmu kedokteran karena kebutuhan kepadanya itu mende­sak. Sebagian besar dalil-dalilnya adalah sesuatu yang dapat diti­lik. Dan berbeda dengan ilmu ta'bir mimpi meskipun tebakan karena mimpi adalah satu bagian dari empat puluh enam bagian kenabian, dan tidak membahayakan.

4. Tenggelam dalam suatu ilmu di mana orang yang tenggelam pada­nya itu tidak dapat mengambil faidah ilmu maka ia tercela dalam haknya, seperti mempelajari ilmu secara mendetail sebelum ilmu besar (garis besar)nya, ilmu yang tersembunyi sebelum ilmu yang terang-terangan.

Dan seperti membahas tentang rahasia-rahasia Ketuhanan karena para filosof dan mutakallimun meniliknya dan mereka tidak merdeka dengannya. Tidak dapat merdeka dengan­nya dan tidak mengetahui sebagian jalap-jalannya kecuali para Nabi dan para wali.

Maka wajib menghalangi manusia untuk memba­hasnya dan mengembalikan mereka kepada apa yang diucapkan oleh syara'. Maka dalam hal inilah terdapat sesuatu yang memuas­kan untuk mendapat taufik.

Berapa banyak orang yang tenggelam dalam beberapa ilmu namun ia mendapat madharat karenanya. Dan seandainya ia tidak tengge­lam padanya niscaya ia lebih baik dalam beragama dari pada apa yang terjadi padanya.

Tidaklah diingkari keadaan ilmu itu membahaya­kan sebagian manusia sebagaimana daging burung dan macam-macam manisan yang lunak itu membahayakan bagi anak kecil yang masih disusui.

Telah dihikayatkan bahwa sebagian manusia mengadu kepada dokter akan kemandulan isterinya, ia tidak beranak. Lalu dokter/tabib itu memeriksa denyut jantung dan urat nadinya, kemudian berkata : "Kamu tidak membutuhkan obat karena kamu akan mati empat puluh hari mendatang di mana denyutan jantung dan urat nadi atas yang demikian". Maka wanita itu merasakan ketakutan yang amat sangat dan ia susah hidupnya. la keluarkan harta bendanya lalu dibagi-bagikan dan ia membuat wasiat. Tinggallah ia tidak makan dan tidak minum sehingga mana itu habis, namun ia tidak mati. Lalu suaminya datang kepada dokter/tabib itu, sambil berkata kepadanya : "la (isterinya) tidak mati". Lalu dokter/tabib itu menjawab : "Saya telah mengetahui hal itu. Setubuhilah ia maka ia akan beranak". Lalu laki-laki itu bertanya : "Bagaimanakah itu ? ". la menjawab : "Saya melihat­nya gemuk dan lemak telah menutup mulut rahimnya dan saya tahu bahwa ia tidak kurus kecuali dengan takut mati maka saya menakut-­nakutinya dengan yang demikian itu, sehingga ia kurus dan hilanglah penghalang untuk beranak".

Ini memberikan perhatian kepadamu atas dirasakannya bahaya sebagian ilmu, dan membuat kamu faham ter­hadap ma'na sabda beliau SAW :
"Kami berlindung kepada Allah dari ilmu yang tidak ber­guna ".
 H.R. Ibnu Abdil Barr dari hadits Jabir dengan sanad yang baik. Dan pada Ibnu
Majah dengan lafal:(mohonlah perlindungan).

Maka ambillah pelajaran dari hikayat ini dan janganlah kamu menjadi pembahas ilmu-ilmu yang dicela oleh Syara' dan dilarangnya. Tetaplah kamu mengikuti para shahabatnya ra dan cukupkanlah pada as Sunnah.

Keselamatan itu dalam mengikuti sedangkan bahaya itu dalam membahas tentang sesuatu dan merdeka (lepas dari ikatan). Dan janganlah kamu memperbanyak debatan dengan pendapatmu, akalmu, dalilmu, buktimu dan dugaanmu bahwasanya saya membahas tentang sesuatu agar saya mengetahuinya menurut apa adanya".

Maka ke­madharatan manapun dalam memikirkan tentang ilmu maka kema­dharatan yang kembali kepadamu itu adalah lebih banyak. Berapa banyak sesuatu yang kamu tilik lalu penilikanmu atasnya itu mem­bahayakan kamu dengan kemadharatan yang hampir membinasakan kamu dalam akhirat jika Allah Tidak menyusulkan rahmatNya kepadamu.

Ketahuilah bahwasanya sebagaimana dokter yang pandai mengeta­hui rahasia pengobatan yang dipandang jauh oleh orang yang tidak mengetahuinya. Maka demikian juga para Nabi adalah dokter hati dan orang-orang yang mengetahui sebab-sebab kehidupan akhirat maka janganlah kamu menghukumi sunnah-sunnah jalan) mereka dengan apa yang masuk di akalmu maka itu menyebabkan kamu binasa.

Maka demikian juga urusan mengenai jalan akhirat, detail-detail sunnah syara', adab kesopanannya. Dan mengenai akidahnya yang mana manusia beribadah dengannya terdapat rahasia­-rahasia dan hal-hal yang lembut yang tidak di dalam kemampuan dan kekuatannya untuk meliputinya. Sebagaimana dalam kekhususan­-kekhususan batu terdapat hal-hal yang mengagumkan yang mana tukang batu ilmunya tidak menjangkaunya sehingga seseorang tidak mampu untuk mengetahui sebab yang menjadikan magnit itu mena­rik besi.

Maka terdapat keajaiban-keajaiban dan hal-hal yang asing yang terdapat di dalam akidah-akidah, amal-amal dan mempergunakan­nya untuk kejernihan hati, kebersihan dan kesuciannya, dan mem­perbaikinya agar meningkat di samping Allah Ta'ala, dan menawar­kannya untuk memperoleh taburan karuniaNya adalah lebih banyak dan lebih besar dari pada obat-obat dan bibit obat-obatan.

Dan seba­gaimana akal terbatas untuk mengetahui kemanfa'atan obat-obat, sedangkan percobaan adalah jalan. Dan akal terbatas untuk menge­tahui apa yang berguna dalam kehidupan akhirat sedangkan perco­baan tidaklah menyampaikan kepadanya. Percobaan itu akan sam­pai kepadanya seandainya sebagian orang yang meninggal itu kem­bali kepada kita lalu ia memberitakan kepada kita  mengenai amal- amal yang diterima, berguna dan dapat mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala dengan sedekat-dekatnya, dan amal-amal yang menjauhkan dari padaNya.

Demikian juga mengenai akidah-akidah. Hal itu adalah terma­suk sesuatu yang tidak diinginkan. Maka cukup bagimu dari keman­faatan akal bahwa akal itu menunjukkan kamu untuk membenarkan Nabi SAW, dan memberi pemahaman kepadamu akan materi-materi petunjuknya. Setelah itu pencilkanlah akal dari penggunaannya dan tetaplah mengikuti di mana kamu tidak selamat kecuali dengannya (mengikuti) itu, tetaplah berserah diri.

Dan Isa as bersabda : "Alangkah banyaknya pohon-pohon itu namun tidaklah seluruhnya membuahkan. Alangkah banyaknya buah-buahan itu namun tidaklah seluruhnya baik. Dan alangkah banyaknya ilmu namun tidaklah seluruhnya itu bermanfa'at".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda sangat berarti bagi kami,,,,Terimakasih sebelumnya,