Penjelasan tentang sebab tercelanya ilmu yang tercela.
Mudah-mudahan
kamu mengatakan : "Ilmu adalah mengetahui sesuatu menurut apa adanya",
dan ilmu itu adalah sebagian dari sifat-sifat Allah Ta'ala. Maka
bagaimanakah sesuatu itu menjadi ilmu dan bagaimanakah dalam keadaannya
sebagai ilmu menjadi ilmu yang tercela ?
Ketahuilah bahwa ilmu itu sendiri tidaklah tercela. Namun ilmu itu tercela dalam hak hamba karena salah satu dari tiga buah sebab, yaitu :
a. IImu.itu menyampaikan kepada kemadharata .
( seprti ilmu sihir dan tenung )
Adakalanya bagi pemiliknya (ilmu) atau orang-orang lain seperti tercelanya ilmu sihir dan tenung. Itu adalah benar karena AI Qur'an telah menyaksikannya, dan itu adalah sebab yang menyampaikan kepada perceraian antara suami isteri.
Rasulullah SAW juga disihir dan sakit sebab sihir itu sehingga Jibril memberitahukan hal itu kepadanya, dan mengeluarkan sihir itu dari bawah batu di dalam dasar sumur.
Sihir adalah satu macam yang diketahui dari ilmu (pengetahuan) mengenai kekhususan-kekhususan benda-benda dan dengan urusan-urusan perhitungan mengenai mathla' (tempat terbit) bintang-bintang. Dari benda-benda itu diambil bentuk menurut
gambar diri orang yang disihir, dan diamatinya pada waktu tertentu
dari mathla' bintang-bintang disertai dengan melafalkan kata-kata
kekafiran dan keji yang bertentangan dengan syara'.
Dengan sebab itu ia dapat berhubungan untuk minta tolong kepada syaithan-syaithan. Dan dari kumpulan itu dengan hukum adat yang dijalankan oleh Allah Ta'ala tercapailah keadaan-keadaan yang asing pada diri orang yang disihir.
Mengetahui
sebab-sebab ini dari segi bahwasanya itu adalah suatu pengetahuan maka
tidaklah tercela. Tetapi karena ilmu itu tidak layak kecuali untuk
membuat madharat terhadap manusia pada hal perantaraan kepada kejahatan
adalah jahat. Maka itulah sebab yang menjadikannya (sihir) itu ilmu yang
tercela dan diharamkan Allah dlm Alqur'an menuntutnya,
Bahkan barang siapa yang mengikuti seorang wali dari wali-wali Allah untuk membunuhnya sedangkan wali itu telah bersembunyi dari padanya
di tempat yang terjaga, apabila orang yang zhalim bertanya tentang
tempatnya maka tidak boleh menunjukkan atasnya namun wajib berdusta.
Menuturkan tempat wali itu adalah petunjuk dan memberi pengetahuan
tentang sesuatu menurut apa adanya, tetapi itu adalah tercela karena hal itu menyampaikan kepada kemadharatan.
b. Ilmu itu adalah memadharatkan pemiliknya pada umumnya seperti ilmu nujum.
Sesungguhnya ilmu itu sendiri tidak tercela pada dzatnya karena ilmu nujum itu dua bagian :
1). Satu bagian adalah perhitungan, pada hal Al Qur'an telah menyatakan bahwa perjalanan matahari dan bulan itu dihitung, karena Allah 'Azza Wa Jalla berfirman :
Artinya : "Matahari dan bulan itu dengan perhitungan ". (Ar Rahman : 5).
Dan Allah 'Azza Wa Jalla berfirman
Artinya "Dan bulan, kami tentukan manzilah-manzilahnya (tempat-tempat peredarannya) sehingga ia kembali seperti mayang tua" (Yaasiin : 39).
89
2).
Hukum-hukum, dan hasilnya kembali kepada mengambil dalil atas
peristiwa-peristiwa dengan sebab-sebab. Dan itu menyerupai seorang
dokter/tabib mengambil dalil dengan denyut jantung dan urat nadi terhadap sakit yang akan terjadi.
Itu adalah mengetahui jalannya sunnatullah Ta'ala dan. adat kebiasaanNya pada makhlukNya.
Tetapi Syara' telah mencelanya.
Dan beliau SAW bersabda
"Saya takut atas ummatku setelahku terhadap tiga segi, yaitu kezaliman Para imam, percaya kepada bintang-bintang dan mendustakan takdir" H.R. Ibnu 'Abdil Barr dari Abu Mihjam dengan sanad yang lemah.
Dan
Umar bin Al Khaththab ra berkata : "Belajarlah mengenai bintang-bintang
akan sesuatu yang dengannya kamu memperoleh petunjuk di darat dan di
laut kemudian tahanlah.
Tercegahnya ilmu itu karena tiga segi, yaitu
1. Ilmu nujum (ilmu perbintangan) itu memadharatkan sebagian besar makhluk. Sesungguhnya apabila disampaikan kepada mereka bahwa pengaruh-pengaruh
ini terjadi setelah perjalanan bintang-bintang maka di dalam jiwa
mereka terdapat kepercayaan bahwa bintang-bintang itulah yang memberi
pengaruh, dan bintang-bintang itu sebagai Tuhan yang merencanakan karena
bintang-bintang itu benda-benda langit yang mulia. Dan besar melekatnya di dalam hati maka hati menoleh kepadanya dan ia memandang kebaikan dan keburukan itu terhalang atau diharapkan dari arahnya dan terhapuslah ingat kepada Allah Yang Maha Suci dari hatinya
karena orang yang lemah itu pandangannya terbatas pada perantara-perantara.
Dan orang 'alim (pandai) lah yang memandang bahwa matahari, bulan dan
bintang-bintang itu tunduk di bawah perintahNya SWT.
Contoh
pandangan orang yang lemah kepada kejadian cahaya matahari setelah
terbit matahari adalah seperti semut seandainya dijadikan akal dan semut
itu berada di atas kertas dan melihat hitamnya tulisan yang membaru.
Lalu semut itu menduga bahwa tulisan itu perbuatan pena dan semut itu tidak melihat ke atas dalam memandangnya untuk menyaksikan jari-jari. Dari padanya kemudian ke tangan, kemudian dari tangan ke kemauan yang menggerakkan tangan. Kemudian dari padanya kepada penulis yang mampu dan berkemauan.
Kemudian kepada Dzat Pencipta tangan,
kemampuan dan kemauan. Sebagian besar pandangan makhluk itu terbatas
pada sebab-sebab yang dekat dan rendah, terputus untuk naik kepada
Pembuat sebab-sebab. Maka inilah salah .,satu sebab-sebab dilarangnya
ilmu nujum (ilmu perbintangan).
2. Bahwasanya hukum-hukum ilmu perbintangan itu adalah dugaan semata-mata, tidak mengetahui mengenai hak orang perseorang baik yakin maupun dugaan. Maka hukumnya itu adalah hukum kebodohan. Maka ketercelaannya itu atas dasar ini dari sisi bahwasanya ilmu perbintangan itu adalah kebodohan bukan dari sisi bahwasanya ilmu tersebut adalah ilmu.
Hal itu telah menjadi mu'jizat bagi Nabi Idris as menurut apa yang dihikayatkan. Ilmu tersebut telah punah, terhapus dan lenyap. Dan
sesuatu yang kebetulan benar dari ahli nujum secara jarang adalah
kebetulan karena kadang-kadang ia melihat sebagian sebab-sebab pada hal
akibatnya itu tidak dapat dicapai kecuali setelah dipenuhinya
syarat-syarat yang banyak, yang ticlak di dalam kemampuan manusia untuk melihat hakikat-hakikatnya.
Jika sesuai di mana Allah Ta'ala mentakdirkan sebab-sebab itu maka kebetulan itu terjadi. Namun jika Dia tidak mentakdirkan maka ahli nujum itu salah.
Itu seperti manusia menebak bahwa hari ini hujan pada saat ia melihat awan berkumpul clan beiringan dari gunung-gunung. Lalu akan demikian tenggelam dalam ilmu perbintangan dan yang mirip dengannya adalah melempar diri ke dalam bahaya dan tenggelam dalam kebodohan tanpa guna. Karena apa yang telah ditakdirkan itu tetap dan berjaga dari padanya adalah tidak mungkin.
Beda dengan ilmu kedokteran karena kebutuhan kepadanya itu mendesak. Sebagian besar dalil-dalilnya adalah sesuatu yang dapat ditilik. Dan berbeda dengan ilmu ta'bir mimpi meskipun tebakan karena mimpi adalah satu bagian dari empat puluh enam bagian kenabian, dan tidak membahayakan.
4.
Tenggelam dalam suatu ilmu di mana orang yang tenggelam padanya itu
tidak dapat mengambil faidah ilmu maka ia tercela dalam haknya, seperti
mempelajari ilmu secara mendetail sebelum ilmu besar (garis besar)nya,
ilmu yang tersembunyi sebelum ilmu yang terang-terangan.
Dan
seperti membahas tentang rahasia-rahasia Ketuhanan karena para filosof
dan mutakallimun meniliknya dan mereka tidak merdeka dengannya. Tidak
dapat merdeka dengannya dan tidak mengetahui sebagian jalap-jalannya kecuali para Nabi dan para wali.
Maka
wajib menghalangi manusia untuk membahasnya dan mengembalikan mereka
kepada apa yang diucapkan oleh syara'. Maka dalam hal inilah terdapat
sesuatu yang memuaskan untuk mendapat taufik.
Berapa banyak orang yang tenggelam dalam beberapa ilmu namun ia mendapat madharat karenanya. Dan seandainya ia tidak tenggelam padanya niscaya ia lebih baik dalam beragama dari pada apa yang terjadi padanya.
Tidaklah diingkari keadaan ilmu itu membahayakan sebagian manusia sebagaimana daging burung dan macam-macam manisan yang lunak itu membahayakan bagi anak kecil yang masih disusui.
Telah dihikayatkan bahwa sebagian manusia mengadu kepada dokter
akan kemandulan isterinya, ia tidak beranak. Lalu dokter/tabib itu
memeriksa denyut jantung dan urat nadinya, kemudian berkata : "Kamu
tidak membutuhkan obat karena kamu akan mati empat puluh hari mendatang
di mana denyutan jantung dan urat nadi atas yang demikian". Maka wanita itu merasakan ketakutan yang amat sangat dan ia susah hidupnya. la keluarkan harta bendanya lalu dibagi-bagikan dan
ia membuat wasiat. Tinggallah ia tidak makan dan tidak minum sehingga
mana itu habis, namun ia tidak mati. Lalu suaminya datang kepada dokter/tabib itu, sambil berkata kepadanya : "la (isterinya) tidak mati". Lalu dokter/tabib itu menjawab : "Saya telah mengetahui
hal itu. Setubuhilah ia maka ia akan beranak". Lalu laki-laki itu
bertanya : "Bagaimanakah itu ? ". la menjawab : "Saya melihatnya
gemuk dan lemak telah menutup mulut rahimnya dan saya tahu bahwa ia
tidak kurus kecuali dengan takut mati maka saya menakut-nakutinya
dengan yang demikian itu, sehingga ia kurus dan hilanglah penghalang
untuk beranak".
Ini
memberikan perhatian kepadamu atas dirasakannya bahaya sebagian ilmu,
dan membuat kamu faham terhadap ma'na sabda beliau SAW :
"Kami berlindung kepada Allah dari ilmu yang tidak berguna ".
H.R. Ibnu Abdil Barr dari hadits Jabir dengan sanad yang baik. Dan pada Ibnu
Majah dengan lafal:(mohonlah perlindungan).
Maka ambillah pelajaran dari hikayat ini dan janganlah kamu menjadi pembahas ilmu-ilmu yang dicela oleh Syara' dan dilarangnya. Tetaplah kamu mengikuti para shahabatnya ra dan cukupkanlah pada as Sunnah.
Keselamatan itu dalam mengikuti sedangkan bahaya itu dalam membahas tentang sesuatu dan merdeka (lepas dari ikatan). Dan janganlah kamu memperbanyak debatan dengan pendapatmu, akalmu, dalilmu, buktimu dan dugaanmu bahwasanya saya membahas tentang sesuatu agar saya mengetahuinya menurut apa adanya".
Maka
kemadharatan manapun dalam memikirkan tentang ilmu maka kemadharatan
yang kembali kepadamu itu adalah lebih banyak. Berapa banyak sesuatu
yang kamu tilik lalu penilikanmu atasnya itu membahayakan kamu dengan
kemadharatan yang hampir membinasakan kamu dalam akhirat jika Allah Tidak menyusulkan rahmatNya kepadamu.
Ketahuilah bahwasanya sebagaimana dokter yang pandai mengetahui rahasia pengobatan yang dipandang jauh oleh orang yang tidak mengetahuinya. Maka demikian juga para Nabi adalah dokter hati dan orang-orang yang mengetahui sebab-sebab kehidupan akhirat maka janganlah kamu menghukumi sunnah-sunnah jalan) mereka dengan apa yang masuk di akalmu maka itu menyebabkan kamu binasa.
Maka demikian juga urusan mengenai jalan akhirat, detail-detail sunnah syara', adab kesopanannya. Dan mengenai akidahnya
yang mana manusia beribadah dengannya terdapat rahasia-rahasia dan
hal-hal yang lembut yang tidak di dalam kemampuan dan kekuatannya untuk meliputinya. Sebagaimana dalam kekhususan-kekhususan batu terdapat hal-hal yang mengagumkan yang mana tukang batu ilmunya tidak menjangkaunya sehingga seseorang tidak mampu untuk mengetahui sebab yang menjadikan magnit itu menarik besi.
Maka
terdapat keajaiban-keajaiban dan hal-hal yang asing yang terdapat di
dalam akidah-akidah, amal-amal dan mempergunakannya untuk kejernihan
hati, kebersihan dan kesuciannya, dan memperbaikinya agar meningkat di
samping Allah Ta'ala, dan menawarkannya untuk memperoleh taburan
karuniaNya adalah lebih banyak dan lebih besar dari pada obat-obat dan
bibit obat-obatan.
Dan
sebagaimana akal terbatas untuk mengetahui kemanfa'atan obat-obat,
sedangkan percobaan adalah jalan. Dan akal terbatas untuk mengetahui
apa yang berguna dalam kehidupan akhirat sedangkan percobaan tidaklah menyampaikan kepadanya. Percobaan itu akan sampai kepadanya seandainya sebagian orang yang meninggal itu kembali kepada kita lalu ia memberitakan kepada kita mengenai amal- amal
yang diterima, berguna dan dapat mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala
dengan sedekat-dekatnya, dan amal-amal yang menjauhkan dari padaNya.
Demikian juga mengenai akidah-akidah. Hal itu adalah termasuk sesuatu yang tidak diinginkan. Maka cukup bagimu dari kemanfaatan akal bahwa akal itu menunjukkan kamu untuk membenarkan Nabi
SAW, dan memberi pemahaman kepadamu akan materi-materi petunjuknya.
Setelah itu pencilkanlah akal dari penggunaannya dan tetaplah mengikuti
di mana kamu tidak selamat kecuali dengannya (mengikuti) itu, tetaplah
berserah diri.
Dan
Isa as bersabda : "Alangkah banyaknya pohon-pohon itu namun tidaklah
seluruhnya membuahkan. Alangkah banyaknya buah-buahan itu namun tidaklah
seluruhnya baik. Dan alangkah banyaknya ilmu namun tidaklah seluruhnya
itu bermanfa'at".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda sangat berarti bagi kami,,,,Terimakasih sebelumnya,